Kehidupan dan Perjalanan Emosional Sore
Film Sore: Istri dari Masa Depan menawarkan pengalaman yang dalam dan penuh makna tentang perjuangan seorang perempuan dalam menghadapi kematian orang yang dicintainya. Dalam film ini, Sore, tokoh utama, berusaha mengubah kebiasaan suaminya, Jonathan, agar hidup lebih sehat dan panjang. Namun, cerita ini tidak hanya sekadar tentang usaha untuk menyelamatkan nyawa, tetapi juga tentang proses penerimaan atas kematian yang tak bisa dihindari.
Awalnya, Sore datang ke Zagreb, Kroasia, hanya dengan baju dan sepatu yang dikenakannya. Dialog singkat yang disampaikan oleh Marko, “Ada tiga hal yang tidak bisa kita ubah: masa lalu, rasa sakit, dan kematian,” menjadi titik awal bagi Sore untuk memahami bahwa ada hal-hal yang tidak bisa diubah, meskipun ia berulang kali mencoba mengubah masa depan melalui perjalanan waktu.
Film ini, yang awalnya merupakan serial web di YouTube pada 2017, kini telah berkembang menjadi versi panjang dengan durasi 119 menit. Diarahkan oleh Yandy Laurens, film ini menggunakan elemen fiksi ilmiah seperti perjalanan waktu untuk menggambarkan pergulatan batin dan pikiran Sore yang sedang berkabung.
Perdebatan dan Penilaian Film
Film ini telah menarik banyak perhatian dan mendapat berbagai respons. Sebagian penonton menyebut bahwa Sore digambarkan melalui sudut pandang pria atau male gaze, sehingga terlihat lemah dan begitu buta cinta. Namun, lain lagi pendapat yang meyakini bahwa film ini layak menjadi kandidat film terbaik tahun ini.
Pendapat ini didukung oleh beberapa pengamat film, termasuk Kalis Mardiasih, aktivis perempuan dan penulis, yang menilai bahwa Sore sedang berada dalam tahap penyangkalan atas kematian Jonathan. Menurutnya, tindakan Sore yang berulang kali melakukan perjalanan waktu untuk menyelamatkan Jonathan dapat dipahami sebagai bentuk “seandainya” sebelum peristiwa yang menyakitkan terjadi.
Tika Primandari, salah satu penonton yang telah dua kali menonton film ini, menyatakan bahwa tindakan Sore muncul dari rasa dukanya. Ia menyebut bahwa Sore bukanlah tokoh yang sepenuhnya selfless, tetapi bisa jadi bertindak karena ego. Hal ini menunjukkan kompleksitas emosi yang dihadapi Sore selama prosesnya.
Analogi Sisifus dan Proses Penerimaan
Okki Sutanto, penulis dan pengamat isu sosial, menyoroti proses yang dijalani Sore. Ia menggambarkan Sore seperti Sisifus, tokoh mitologi Yunani yang terus-menerus mendorong batu ke puncak, tetapi selalu gagal. Bagi Okki, kisah ini menunjukkan bahwa proses itu sendiri bisa menjadi makna. Meski tujuan pertama tercapai, yaitu hidup lebih lama bersama Jonathan, tujuan kedua belum tercapai, tetapi hal itu tidak masalah.
Proses penerimaan yang dilalui Sore menunjukkan bahwa setiap hal besar dalam hidup membutuhkan waktu dan kesabaran. Tika Primandari juga sepakat dengan pandangan ini. Ia menyatakan bahwa jika diberi kesempatan untuk bertemu dengan orang yang sudah meninggal, ia pasti akan mengambilnya, meskipun akhirnya harus menerima kenyataan.
Pengaruh Musik dan Kualitas Film
Unsur musik dalam film ini juga menjadi salah satu aspek yang menarik perhatian. Lagu Barasuara berjudul “Terbuang Dalam Waktu” berhasil memainkan emosi penonton, terutama di akhir perjalanan waktu yang menyesakkan. Musik ini tidak hanya meningkatkan kesuksesan film, tetapi juga meningkatkan popularitas lagu tersebut di pelantar musik digital.
Film ini juga mendapatkan jumlah penonton yang cukup besar, dengan hampir 1,8 juta orang menontonnya dalam 15 hari pertama. Ini membuat film ini unggul dibandingkan film-film lain yang tayang pada periode yang sama.
Evaluasi dan Harapan
Sejumlah pengamat film memberikan penilaian positif terhadap film ini. Sugar Nadia Azier, ketua Komite Film Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), menyatakan bahwa film ini layak dianggap sebagai salah satu film terbaik tahun ini. Ia menilai bahwa film ini memiliki eksperimen dan teknis yang baik, meskipun logika cerita dan sebagian pemeranan masih perlu ditingkatkan.
Mingky Herati, seorang pecinta film, menyatakan bahwa Sore: Istri dari Masa Depan adalah film yang sangat menonjol dibandingkan tiga film Indonesia lainnya yang ia tonton. Ia menyebut bahwa film ini memiliki cerita yang emosional, sinematografi yang rapi, musik yang sesuai, serta akting pemain yang kuat.
Dengan segala kritik dan pujian yang muncul, film ini tetap menjadi karya yang layak diapresiasi dan menjadi bagian dari perjalanan perfilman Indonesia yang semakin berkembang.