Perjalanan Timor Leste Mengatasi Malaria
Dua puluh tahun yang lalu, Timor Leste lahir sebagai negara baru dengan tantangan besar, salah satunya adalah malaria. Penyakit ini disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Gejala utama termasuk demam dan menggigil, serta bisa berakibat fatal jika tidak segera diatasi.
Pada tahun 2006, jumlah kasus malaria di negara ini mencapai angka 223 ribu. Namun, perjuangan tanpa henti dari tenaga kesehatan, dukungan masyarakat, dan kerja sama lintas pihak akhirnya membuahkan hasil yang luar biasa. Pada Juli 2025, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi menyatakan Timor Leste sebagai negara bebas malaria, sebuah pencapaian yang sangat monumental.
Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, menyampaikan bahwa keberhasilan ini membuktikan bahwa malaria bisa dilenyapkan. “Ini berkat kemauan politik yang kuat, intervensi tepat sasaran, investasi berkelanjutan, dan para tenaga kesehatan yang pantang menyerah,” katanya dalam sebuah rilis.
Upaya Konsisten untuk Mengatasi Malaria
Setelah merdeka pada tahun 2002, Timor Leste segera bertindak. Tahun berikutnya, Kementerian Kesehatan membentuk Program Nasional Malaria, meskipun saat itu hanya diawali dengan dua petugas penuh waktu. Langkah-langkah penting diambil: tes diagnostik cepat, pengobatan kombinasi berbasis artemisinin, serta pembagian kelambu berinsektisida secara gratis untuk melindungi keluarga di daerah berisiko tinggi.
Pada tahun 2009, dengan dukungan dari Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria, Timor Leste meningkatkan upaya pengendalian vektor secara nasional melalui distribusi kelambu berinsektisida tahan lama dan penyemprotan residu dalam ruangan. Diagnosis malaria juga diperluas menggunakan mikroskop dan tes diagnostik cepat di semua titik layanan kesehatan.
Untuk mengatasi kekurangan tenaga medis, sistem kesehatan berlapis dibangun: rumah sakit nasional, rumah sakit rujukan, pusat kesehatan masyarakat, hingga pos kesehatan agar sebagian besar penduduk dapat mengakses layanan kesehatan hanya dengan berjalan kaki satu jam.
Selain itu, masyarakat diberikan layanan kesehatan gratis di tempat layanan, sebagai bagian dari kebijakan pemerintah tentang layanan kesehatan universal gratis. Klinik keliling bulanan dan program penjangkauan masyarakat semakin meningkatkan layanan kesehatan di daerah pedesaan, mendekatkan pemeriksaan ke masyarakat.
Suara dari Menteri Kesehatan Timor Leste
Di balik kesuksesan ini, ada kerja keras banyak orang: tenaga medis yang menyisir desa, warga yang tetap waspada, serta pemerintah yang menjamin deteksi cepat lewat sistem pemantauan real-time. Setiap kasus baru ditangani dengan cepat, termasuk di perbatasan negara.
“Kita berhasil. Kita telah kehilangan terlalu banyak nyawa karena penyakit yang seharusnya dapat dicegah. Namun, para tenaga kesehatan kita pantang menyerah, komunitas kita tetap kuat, dan mitra kita, seperti WHO, mendampingi kita. Dari 223.000 kasus menjadi nol, eliminasi ini menghormati setiap nyawa yang hilang dan setiap nyawa yang kini terselamatkan. Kita harus menjaga kemenangan ini dengan kewaspadaan berkelanjutan dan aksi komunitas untuk mencegah masuknya kembali malaria,” kata Dr. Élia António de Araújo dos Reis Amaral, SH, Menteri Kesehatan, Pemerintah Timor Leste.
Status Malaria di Indonesia
Sertifikasi ini menempatkan Timor Leste sebagai negara ketiga di Asia Tenggara yang meraih status bebas malaria, setelah Maladewa dan Sri Lanka. Keberhasilan ini juga menjadi pengingat bahwa penyakit menular bisa dihadang, asal ada komitmen, kolaborasi, dan aksi nyata yang konsisten.
Bagaimana dengan status malaria di Indonesia? Hampir 80 persen wilayah Indonesia kini telah dinyatakan bebas malaria. Dari total 514 kabupaten/kota di Tanah Air, sebanyak 476 di antaranya sudah mencapai status eliminasi malaria. Namun, masih ada tantangan besar di Papua yang saat ini masih menyumbang 93 persen dari total beban malaria nasional.
Pemerintah menargetkan seluruh wilayah Indonesia benar-benar bebas malaria pada 2030. Untuk mencapainya, deteksi dini dan pengobatan antimalaria terus diperkuat. Jumlah tes malaria ditingkatkan hingga empat kali lipat agar minimal delapan juta skrining bisa dilakukan setiap tahun, menyesuaikan perkiraan jumlah kasus yang mencapai satu juta.
Selain pemeriksaan dan pengobatan, upaya pencegahan juga gencar dilakukan dengan pembagian lebih dari tiga juta kelambu berinsektisida tahan lama setiap dua hingga tiga tahun. Papua dan Papua Nugini juga berkomitmen mengendalikan malaria lintas batas lewat rencana aksi bersama.
Dengan dukungan lintas sektor dan kerja sama global, Indonesia optimistis bisa mencapai target bebas malaria sepenuhnya pada 2030.
Obat Malaria Pertama Disetujui untuk Bayi Baru Lahir
Sejarah penyakit malaria sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Meski begitu, upaya untuk mengatasi penyakit ini terus berkembang. Salah satu inovasi terbaru adalah pengesahan obat malaria pertama untuk bayi baru lahir, yang menjadi langkah penting dalam melindungi generasi penerus.