Kadin Mendorong Reformasi Regulasi untuk Optimalkan Dana Rp 200 Triliun
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai bahwa pengucuran dana sebesar Rp 200 triliun oleh Kementerian Keuangan ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) harus diiringi dengan berbagai perubahan strategis. Hal ini dimaksudkan agar barang dan jasa dapat bergerak lebih cepat dan efisien, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan.
Erwin Aksa, Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi, Komunikasi, dan Pemberdayaan Daerah Kadin Indonesia, menyatakan bahwa pemerintah tidak cukup hanya memberikan tambahan kredit. Ia mengingatkan bahwa tantangan utama yang masih ada adalah daya beli masyarakat yang terbatas, birokrasi yang rumit, serta infrastruktur dan logistik yang belum optimal. Semua hal ini berdampak pada meningkatnya biaya produksi.
Pada Jumat, 12 September 2025, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan penyaluran dana sebesar Rp 200 triliun kepada Himbara. Dana tersebut diharapkan bisa digunakan untuk memperkuat sektor riil melalui pemberian kredit yang lebih luas. Erwin menilai langkah ini tepat karena dunia usaha saat ini sedang menghadapi tantangan pembiayaan yang tinggi.
Ia menjelaskan bahwa suku bunga kredit modal kerja di Indonesia masih mencapai 9-12 persen per tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia atau Thailand. Dengan adanya tambahan likuiditas, bank diharapkan lebih agresif dalam menyalurkan kredit dan menurunkan biaya dana. Hal ini akan membuat investasi baru dan ekspansi usaha menjadi lebih menarik bagi pelaku usaha.
Selain itu, pemerintah juga telah menyiapkan beberapa program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pembangunan 3 juta rumah. Program ini tidak hanya memberikan kepastian pasar bagi pengusaha, tetapi juga melayani kebutuhan dasar masyarakat. Erwin memprediksi bahwa 95 persen dapur untuk program MBG akan dibangun oleh swasta, menciptakan peluang besar di sektor pangan, logistik, hingga konstruksi.
Jika tambahan kredit dialokasikan untuk mendukung sektor-sektor prioritas ini, serta didampingi pelatihan dan capacity building agar UMKM bisa menembus pasar yang lebih luas, termasuk ekspor, maka likuiditas Rp 200 triliun tersebut bisa menjadi motor pertumbuhan baru bagi ekonomi Indonesia.
Dalam beleid yang ditandatangani Purbaya pada Jumat, 12 September 2025, pemerintah menyalurkan dana sebesar Rp 55 triliun ke BNI, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Sementara, dana sebesar Rp 25 triliun masuk ke PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dan Rp 10 triliun ke PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS).
Kementerian Keuangan menetapkan tenor enam bulan atau dapat diperpanjang dalam penambahan dana. Skema penempatan menggunakan deposito on call, yang memungkinkan pemerintah untuk menarik kembali uang kapan saja asalkan memberi pemberitahuan. Para bank dikenai tingkat bunga sebesar 80,476 persen dari Bank Indonesia 7-Day Reverse Repo-Rate untuk rekening penempatan dalam rupiah.
Selain itu, pemerintah melarang perbankan menempatkan dana ini ke Surat Berharga Negara. Tujuannya adalah agar uang mengalir ke sektor produktif. Purbaya optimistis dana ini tidak akan mengendap karena ada biaya dari penempatannya. Perbankan harus mencari imbal hasil yang lebih tinggi, sehingga pasti akan dialihkan ke kredit dan membantu perekonomian bergerak.
Menurut Purbaya, selama ini terjadi kesalahan kebijakan moneter dan fiskal. Kondisi ini berdampak pada situasi sosial-ekonomi yang sulit bagi masyarakat dalam mencari pekerjaan. Oleh karena itu, mengalihkan dana ini diharapkan bisa menghidupkan mesin ekonomi.