Pengakuan Sammy Simorangkir tentang Keterbatasan Hak Cipta di Industri Musik
Sebagai salah satu tokoh yang terlibat dalam sidang uji materi Undang-Undang Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi, Sammy Simorangkir mengungkapkan perasaan yang mendalam terkait tantangan yang dihadapi para pencipta lagu di Indonesia. Ia menyampaikan pengalaman pribadi yang menunjukkan bagaimana sistem hak cipta tidak sepenuhnya berjalan sebagaimana mestinya.
Sammy menceritakan bahwa ia sering menerima pesan langsung (DM) dari para pencipta lagu yang ingin memperkenalkan karyanya. Beberapa dari mereka bahkan berharap karyanya bisa dibeli. Namun, bagi Sammy, hal ini justru menjadi cerminan dari realitas pahit yang terjadi di balik proses kreatif musik.
“Saya sedih. Saya harus menyampaikan ini karena banyak DM yang masuk ke Instagram saya dan membuat hati saya terusik,” ujar Sammy dengan nada khidmat.
Salah satu pesan yang sangat menggugah hati adalah dari seseorang yang telah menciptakan ratusan lagu sejak masa SMP, tetapi belum memiliki akses atau koneksi ke dunia musik. Pesan itu berisi keluhan tentang kesulitan yang dialami oleh para pencipta lagu yang tidak memiliki jaringan.
“Isi DM-nya seperti ini: ‘Permisi Kak, saya mau mencoba berjualan lagu di sini. Saya berumur 34 tahun dan sudah ratusan lagu yang saya ciptakan semenjak SMP. Tapi sama sekali belum terekspos karena tidak memiliki koneksi ke dunia musik. Jujur saja saya mulai menyerah dengan mimpi saya,’” ujar Sammy saat membacakan isi DM tersebut.
Ia juga menambahkan bahwa pesan tersebut dilengkapi dengan permohonan bantuan untuk membeli lagu ciptaannya. “Mohon bantuannya siapa tahu Kakak berkenan menolong untuk membeli lagu ciptaan saya. Untuk harga dan ketentuan lainnya bisa kita bicarakan lebih lanjut. Terima kasih sudah berkenan membaca,” tambahnya.
Sammy mengaku merasa bingung dan berat hati saat harus membalas pesan tersebut. Ia menyadari bahwa kondisi industri musik saat ini tidak stabil dalam hal perlindungan hak cipta. Hal ini membuatnya semakin ragu untuk membuka ruang kolaborasi dengan pencipta lagu baru.
“Lalu saya harus balas apa, Yang Mulia?” tanyanya dengan nada penuh pertanyaan.
Ia kemudian menjawab dengan pesan yang penuh harapan. “Semoga ada kesempatan untuk kerja sama, tapi dunia musik sedang tidak baik-baik saja. Saya takut untuk menerima lagu. Semoga ke depan konflik hak pencipta lagu ini bisa selesai,” ujarnya.
Dalam kesaksiannya, Sammy juga menyoroti pentingnya kolaborasi dalam proses kreatif sebuah lagu. Ia menegaskan bahwa musik tidak bisa berdiri sendiri dan selalu melibatkan banyak pihak, mulai dari penulis lirik, aransemen, musisi pendukung, hingga teknisi rekaman.
“Kalau tadi Yang Mulia tanya, ‘apakah kreativitas bisa terjadi tanpa kolaborasi?’ Mungkin hanya 0,001 sekian persen. Karena sebuah lagu, hakikatnya, tidak bisa berdiri sendiri,” jelas Sammy.
Ia menambahkan bahwa proses dari genjrengan di kamar hingga masuk ke studio rekaman dan dilempar ke masyarakat membutuhkan banyak tangan. Setiap langkah memerlukan partisipasi dari berbagai pihak.
Sammy bukan satu-satunya saksi yang hadir dalam sidang uji materi UU Hak Cipta. Ada juga Lesti Kejora yang turut dihadirkan sebagai saksi. Dengan pengalaman dan pandangan yang disampaikan, diharapkan sidang ini dapat memberikan solusi yang lebih baik untuk perlindungan hak cipta di industri musik Indonesia.