Proyek Strategis Nasional dan Dampak yang Mengancam Kehidupan Nelayan serta Masyarakat Adat

Proyek Strategis Nasional (PSN) telah menjadi sorotan utama dalam berbagai diskusi tentang pembangunan di Indonesia. Namun, di balik proyek ini, banyak masyarakat yang merasa terpinggirkan dan menghadapi tantangan serius dalam kehidupan sehari-hari. Terutama bagi para nelayan dan masyarakat adat yang selama ini bergantung pada alam sebagai sumber penghidupan.

Arman, seorang nelayan dari Mangkupadi, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, adalah salah satu contoh nyata dampak PSN terhadap kehidupan masyarakat lokal. Ia menyebut bahwa PSN bukan hanya sekadar proyek pembangunan biasa, melainkan ancaman serius bagi mata pencaharian nelayan. Selama ini, para nelayan bergantung pada bagan tancap yang bahan bakunya berasal dari kayu hutan. Namun, kini jumlah bagan tersebut semakin berkurang karena kesulitan mendapatkan bahan baku.

“Tahun lalu masih ada sekitar 117 bagan, tetapi tahun ini hanya tersisa 50 karena warga kesulitan mendapatkan bahan baku,” ujarnya saat ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat. Arman juga menegaskan bahwa hasil tangkapan ikan menurun drastis, sehingga pendapatan mereka ikut terganggu. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi ekonomi, tetapi juga keadilan sosial yang dirasakan oleh masyarakat.

Kekhawatiran Arman mencerminkan ketakutan banyak warga lainnya. Banyak nelayan tradisional khawatir akan punahnya profesi mereka, sementara masyarakat pesisir menghadapi krisis ekonomi yang nyata. Janji-janji pembangunan yang diumumkan pemerintah belum sepenuhnya terwujud di tengah masyarakat yang terdampak.

Selain nelayan, masyarakat adat di Merauke, Papua Selatan, juga mengalami nasib serupa. Simon Petrus Balagaize, Ketua Forum Masyarakat Adat Malind Kondi Digoel, mengatakan bahwa kehadiran PSN di sejumlah daerah menimbulkan berbagai persoalan, termasuk dampak sosial-ekonomi yang signifikan. Ia menilai bahwa masyarakat lokal justru mengalami penurunan kesejahteraan akibat hilangnya sumber penghidupan.

“Dampak sosial ekonominya sangat terasa. Contoh masyarakat Papua, hasil hutannya yang dulu menopang ekonomi lokal kini tidak ada lagi. Hutan dibongkar ribuan hektare, seperti di Merauke seluas 2,2 juta hektare, tapi masyarakat tidak mendapatkan apa-apa,” ujarnya. Menurutnya, hutan yang dulunya berfungsi sebagai ‘supermarket’ alami bagi warga kini telah hilang seiring dengan masifnya pembangunan di lokasi PSN.

Akibatnya, pola hidup masyarakat berubah drastis. “Sudah satu tahun hutan dibongkar, tapi tidak ditanami padi. Hanya seperempat yang ditanami, itu pun pencitraan. Pendapatan makan dan hidup masyarakat menurun,” ungkapnya. Hilangnya hutan juga membuat masyarakat kehilangan pekerjaan alternatif. Sebagian besar warga yang selama ini menggantungkan hidup pada hasil alam tidak lagi memiliki akses yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Petrus berharap pemerintah memperhatikan kembali kondisi sosial-ekonomi warga terdampak PSN agar pembangunan tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga memberikan kesejahteraan bagi rakyat. “Pemerintah dan Presiden harus memberikan keadilan kepada masyarakat Indonesia,” katanya.

Dari cerita Arman hingga keluhan Petrus, terlihat bahwa PSN tidak hanya menjadi proyek pembangunan, tetapi juga menghadirkan tantangan besar bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah proyek. Mereka berharap adanya solusi yang lebih adil dan berkelanjutan agar kehidupan mereka dapat bertahan di tengah perubahan yang terjadi.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *