Pengamatan Mengenai Distribusi Panglima Kodam di TNI AD

Pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, menyampaikan beberapa penilaian terkait jumlah Kodam di Indonesia. Hal ini muncul setelah Presiden RI Jenderal (Purn) Prabowo Subianto meresmikan enam Kodam baru di Batujajar pada tanggal 10 Agustus 2025. Dari total 21 Kodam yang ada, Ginting menyoroti bahwa distribusi panglima Kodam (pangdam) tidak mencerminkan proporsionalitas yang ideal.

Menurutnya, korps Infanteri Komando (Kopassus) tampak mendominasi posisi tersebut. Dari 21 pangdam, sebanyak sembilan orang berasal dari Infanteri Komando, sementara tujuh lainnya berasal dari Infanteri non-Komando. Sementara itu, Korps Kavaleri tidak memiliki pangdam sama sekali, Artileri Medan (Armed) memiliki tiga pangdam, Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) satu pangdam, dan Zeni satu pangdam.

Ginting menilai bahwa idealnya, distribusi pangdam harus mewakili lima korps utama, yaitu Infanteri, Kavaleri, Armed, Arhanud, dan Zeni. Ia juga menyarankan agar Korps Penerbangan AD ditambahkan sebagai korps tambahan jika sudah ada perwira tinggi dengan pangkat mayor jenderal.

Pentingnya Keseimbangan dalam Penempatan Pangdam

Ginting menekankan bahwa posisi pangdam sebaiknya tidak dikuasai oleh satu korps saja, karena tantangan yang dihadapi berbeda-beda di setiap wilayah. Menurutnya, TNI AD bukan hanya milik satu korps utama, dan perlu adanya semangat integrasi untuk membangun organisasi militer yang sehat.

Ia menawarkan rekomendasi distribusi jabatan pangdam yang lebih seimbang. Dalam usulan tersebut, empat pangdam seharusnya berasal dari Infanteri Komando, sembilan dari Infanteri non-Komando, dua dari Zeni, dua dari Arhanud, dua dari Armed, dan dua dari Kavaleri. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan soliditas organisasi, khususnya di level komando kewilayahan, sehingga tidak ada kesan bahwa satu korps diutamakan sedangkan yang lain diabaikan.

Perhatian terhadap Komposisi Abiturien Pangdam

Selain itu, Ginting juga mengkritik komposisi abiturien pangdam yang tidak proporsional. Dari 21 pangdam, mereka berasal dari angkatan Akmil antara 1990 hingga 1997. Dari angkatan tersebut, hanya satu orang yang berasal dari 1990, empat dari 1991, dua dari 1992, lima dari 1993, satu dari 1994, tidak ada dari 1995, empat dari 1996, dan empat dari 1997.

Menurut Ginting, idealnya saat ini prioritas diberikan kepada abiturien dari angkatan 1990 hingga 1993. Ia menyarankan agar abiturien dari angkatan 1994 hingga 1997 tidak segera menjadi pangdam. Alasannya adalah karena mereka masih terlalu muda dan bisa mengganggu dinamika organisasi. Pasalnya, sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI, masa jabatan pati maksimal sampai usia 61 tahun.

Jika pangdam dari angkatan 1997 saat ini berusia sekitar 48 tahun, maka masa pensiunnya masih bisa mencapai 13 hingga 15 tahun lagi, tergantung pangkatnya. Hal ini dapat menghambat roda organisasi dan bahkan membuatnya tidak sehat.

Pertimbangan Berdasarkan Ancaman Wilayah

Terakhir, Ginting menegaskan bahwa ancaman dan potensi yang ada di setiap daerah harus menjadi pertimbangan dalam melantik pangdam. Misalnya, jika ancaman wilayah udara dominan, maka pangdam sebaiknya berasal dari Korps Arhanud. Untuk wilayah perbatasan darat, pangdam sebaiknya berasal dari Korps Infanteri. Sementara itu, pembangunan infrastruktur daerah bisa dihandel oleh pangdam dari Korps Zeni. Begitu pula dengan Korps Armed yang dapat membantu dalam bantuan tembakan, sementara Korps Kavaleri bisa digunakan sesuai dengan jenis ancaman wilayah.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *